Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi kasus yang melibatkan Wali Kota Kota Ambon Richard Louhenapessy (RL) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan menerima gratifikasi.
Selain Richard, KPK telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Panitera Pemerintah Kota Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) dan Amri (AR) dari swasta/panitera Alfamidi (AM) Kota Ambon.
Pada 2020, RL yang menjabat Walikota Kota Ambon dari 2017 hingga 2022 memiliki kewenangan, salah satunya menyetujui izin prinsip pembangunan toko ritel di Kota Ambon,” kata Vorendlibaheiner vonekon KPK di Gedung KPK, Jakarta , Jumat (13.5).
Dalam pengurusan izin, lanjut Firli, ada kecurigaan Amri aktif berkomunikasi dan mengadakan pertemuan dengan Richard agar proses izin bisa disetujui dan segera diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan AR ini, RL memerintahkan Kepala Dinas PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin antara lain Surat Izin Tinggal (SITU) dan Surat Izin Dagang (saidteelslicense (sainteelslicense.
Diungkapkan pula bahwa untuk setiap kode otorisasi yang disetujui dan diterbitkan, Richard mewajibkan setoran uang minimal Rp 25 juta untuk menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.
Ditujukan untuk masalah yang berkaitan dengan persetujuan prinsip pengembangan 20 gerai ritel AR diduga memberikan RL lagi sekitar Rs 500 juta masing-masing lebih dari saldo rekening bank lt AE”.
Selain itu, Richard juga diduga menerima aliran uang dari berbagai pihak sebagai gratifikasi, yang masih diselidiki penyidik KPK.
Tersangka penyumbang, Amri, diduga telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5(1)(a) atau Pasal 5(1)(b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penetapan Sanksi Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 1999. 2001.
Sedangkan tersangka Richard dan Andrew diduga sebagai penerima yang melanggar Pasal 12(a) atau (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ) yang telah dilanggar. Bus -1 KUHP.